Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Bukan Pegawai

Dalam konteks PPh Pasal 21 ada subjek penerima penghasilan yang disebut dengan ‘Bukan Pegawai’.  Jenis pekerjaan, keahlian maupun profesinya memang beragam.  Tapi penghitungan PPh Pasal 21-nya hanya menggunakan salah satu dari rumus.

Pengertian Bukan Pegawai

Seperti didefinisikan pada Pasal 1 angka 12 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ./2009, Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari pemberi kerja (pemotong PPh Pasal 21 atau pemberi penghasilan) sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

Kemudian dalam Pasal 3 huruf c Peraturan Dirjen Pajak tadi, disebutkan beberapa jenis profesi yang tergolong sebagai Bukan Pegawai, yang antara lain meliputi:

  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yakni Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris.  Selain kedelapan profesi ini, meskipun sangat ahli dalam bidangnya, dalam konteks PPh Pasal 21 tidak dikelompokkan sebagai tenaga ahli.  Misalnya ahli komputer atau programmer komputer;
  2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
  3. Olahragawan;
  4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronikan, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
  7. Agen iklan;
  8. Pengawas atau pengelola proyek;
  9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
  10. Petugas penjaja barang dagangan;
  11. Petugas dinas luar asuransi;
  12. Distributor perusahaan multilevel marketing (MLM) atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

Meski jenis pekerjaan dan profesinya beragam, namun jika kita lihat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir F.1.1.33.01), pemotongan PPh Pasal 21 terhadap mereka yang Bukan Pegawai tersebut dikelompokkan dalam 6 (enam) kategori, yakni:

  1. Imbalan Distributor MLM (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 2);
  2. Imbalan Petugas Dinas Luar Asuransi (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 3);
  3. Imbalan kepada Penjaja Barang Dagangan (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 4);
  4. Imbalan kepada Tenaga Ahli (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 5);
  5. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Bersifat Berkesinambungan (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 10); dan
  6. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Tidak Bersifat Berkesinambungan (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 11).

Simpel ‘kan? Di samping itu, meski beragam dan dikelompokan dalam enam kategori, namun rumus atau formula untuk menghitung PPh Pasal 21-nya pun mudah dan hanya ada dua rumus/formula, yakni:

Rumus 1

Rumus 1

Rumus 2

Rumus

Rumus atau Formula 1

Secara umum, rumus atau formula 1 (Rumus 1) digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan kepada Bukan Pegawai yang bersifat berkesinambungan.  Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kata ‘berkesinambungan’ adalah bahwa fee atau imbalan yang kita berikan kepada Bukan Pegawai tadi lebih dari sekali selama satu tahun takwim (Januari s.d. Desember).

Misalnya, kita memberikan fee atau imbalan ke seseorang yang Bukan Pegawai pada bulan Maret 2011 dan November 2011.  Karena kedua pembayaran tersebut dilakukan dalam tahun yang sama (2011), maka pembayaran itu disebut dengan pembayaran yang berkesinambungan. Tapi jika misalnya kita membayar imbalannya pada bulan November 2011 dan Januari 2012, maka ini tidak masuk istilah berkesinambungan.  Sebab kedua pembayaran imbalan dilakukan dalam tahun yang berbeda.

Semua yang Bukan Pegawai (kategori 1 s.d. 6), jika menerima imbalan secara berkesinambungan, penghitungan PPh Pasal 21-nya menggunakan Rumus 1. Kemudian saat membuat Bukti Potong PPh Pasal 21-nya, barulah kita masukkan sesuai kategorinya.  Misalnya jika MLM di masukkan di nomor urut 2, jika Tenaga Ahli dimasukkan di nomor urut 5, dst.

Contoh Penghitungan

Misalkan pada tahun 2011 kita membayarkan imbalan kepada seorang Programer Komputer atas jasanya membuatkan aplikasi sistem absensi pegawai.  Fee dibayarkan dua kali, yaitu pada bulan Oktober 2011 sebesar Rp 10.000.000,- yang merupakan uang muka pelaksanaan kerja dan sisanya Rp 15.000.000,- dibayarkan pada bulan Desember 2011 pada saat aplikasi selesai di-install.

Pada bulan Oktober 2011, PPh Pasal 21 dihitung dengan langkah sebagai berikut:

  1. Langkah 1: hitung jumlah bruto, yaitu sebesar 50% x Rp 10.000.000,- = Rp 5.000.000,-;
  2. Langkah 2: tentukan PTKP sebulan.  Asumsikan si programmer berstatus TK/0 yang berarti PTKP setahun Rp 15.840.000,-.  PTKP sebulan adalah PTKP setahun dibagi dengan 12 (dua belas) bulan, yaitu Rp 1.320.000,-;
  3. Langkah 3: hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu hasil pada Langkah 1 dikurangi dengan PTKP sebulan pada Langkah 2 = Rp 5.000.000,- (-) Rp 1.320.000,- = Rp 3.680.000,-;
  4. Langkah 4: akumulasikan PKP bulan ini dengan akumulasi PKP bulan sebelumnya.  Jumlah akumulasi ini digunakan sebagai indikator tarif PPh Pasal 17 yang harus digunakan dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayarkan bulan ini.  Jika misalnya akumulasi PKP sudah melebihi Rp 50.000.000,- maka tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan bulan ini adalah 15%.  Dalam contoh kita ini, pembayaran di bulan Oktober 2011 adalah pembayaran pertama, hingga akumulasi PKP sampai dengan bulan ini masih rp 3.680.000,-;
  5. Langkah 5: hitung PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayar di bulan Oktober, yaitu Rp 3.680.000,- x 5% = Rp 184.000,-

Terhadap pemotongan PPh Pasal 21 di bulan Oktober 2011 ini, kita buatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir F.1.1.33.01).  Kolom yang diisi adalah nomor urut 10 yaitu kategori Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan Bersifat Berkesinambungan (tidak dimasukkan sebagai Tenaga Ahli karena programer komputer tidak tergolong Tenaga Ahli dalam konteks PPh Pasal 21).

Atas pembayaran sisa sebesar Rp 15.000.000,- pada bulan Desember 2011, PPh Pasal 21 juga dihitung dengan langkah-langkah seperti yang dijelaskan di atas yaitu:

  • Langkah 1: hitung jumlah bruto, yaitu sebesar 50% x Rp 15.000.000,- = Rp 7.500.000,-
  • Langkah 2: tentukan PTKP sebulan.  Asumsikan si programmer berstatus TK/0 yang berarti PTKP setahun Rp 15.840.000,-.  PTKP sebulan adalah PTKP setahun dibagi dengan 12 (dua belas) bulan, yaitu Rp 1.320.000,-
  • Langkah 3: hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu hasil pada Langkah 1 dikurangi dengan PTKP sebulan pada Langkah 2 = Rp 7.500.000,- (-) Rp 1.320.000,- = Rp 6.180.000,-;
  • Langkah 4: akumulasikan PKP bulan ini dengan akumulasi PKP bulan sebelumnya.  Jumlah akumulasi ini digunakan sebagai indikator tarif PPh Pasal 17 yang harus digunakan dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayarkan bulan ini.  Jika misalnya akumulasi PKP sudah melebihi Rp 50.000.000,- maka tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan bulan ini adalah 15%.  Dalam contoh kita ini, pada bulan Oktober 2011 PKP-nya adalah Rp 3.680.000,- dan kita tambah dengan PKP bulan Desember 2011 Rp 6.180.000,- hingga total PKP kumulatif Rp 9.860.000,-. Karena akumulasi PKP masih di baawah Rp 50.000.000,0 maka atas pembayaran fee bulan Desember 2011 masih menggunakan tarif 5%;
  • Langkah 5: hitung PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayar di bulan Desember, yaitu Rp 6.180.000,- x 5% = Rp 309.000,-

Syarat PTKP dalam Rumus 1

Hal yang perlu diingat saat menggunakan Rumus 1 adalah bahwa pengurangan PTKP hanya berlaku bagi Bukan Pegawai yang memenuhi seluruh syarat berikut:

  1. Sudah ber-NPWP;
  2. Penghasilan berasal dari hubungan kerja dengan Pemberi Penghasilan; dan
  3. Tidak memperoleh penghasilan lainnya.

Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka unsur PTKP dalam Rumus 1 tersebut diisi dengan 0 (nol).  Bagi Bukan Pegawai yang belum ber-NPWP, selain tidak berhak mendapat pengurangan PTKP, juga dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% dari tarif normal yang disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.  Ketiga syarat tersebut tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ./2009.

Dalam praktik, banyak para pemotong PPh Pasal 21 yang ‘mencari aman’ dengan cara tidak menerapkan PTKP dalam Rumus 1 tadi.  Sebab dengan tidak menerapkan PTKP dalam rumus tersebut, berarti PPh Pasal 21 akan menjadi lebih besar.  Dan ini tentunya Syarat yang ke-2 agar Bukan Pegawai bisa memperoleh pengurangan PTKP adalah bahwa penghasilan yang diberikan berasal dari hubungan kerja dengan pemberi penghasilan. Baik dalam PER-31/PJ./2009 maupun dalam PER-57/PJ./2009, tidak ada penjelasan maupun contoh terkait dengan syarat ini.  Itu sebabnya, banyak pemotong PPh Pasal 21 yang tidak mau ambil pusing dan langsung memilih untuk tidak menerapkan PTKP dalam Rumus 1 tadi.

Syarat yang ke-3 terkait dengan sumber penghasilan yang diterima oleh Bukan Pegawai pada tahun yang bersangkutan.  Misalnya saya. Jika dalam tahun 2011 ini menerima fee dari PT A dan juga dari PT B, maka pada waktu PT A menghitung PPh Pasal 21 atas fee saya tidak boleh menerapkan PTKP.  Begitu juga dengan PT B.  Tapi bagaimana mungkin PT A bisa memastikan bahwa saya tidak menerima fee selain dari mereka?  Oleh sebab itu, para pemotong PPh Pasal 21, seperti PT A tadi, biasanya akan langsung memilih untuk tidak menerapkan PTKP dalam Rumus 1.  Jika misalnya si penerima penghasilan keberatan dan minta agar PTKP-nya dihitung, biasanya pemotong PPh Pasal 21 akan meminta untuk dibuatkan Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa si penerima penghasilan hanya menerima penghasilan dari satu sumber saja.

Rumus atau Formula 2

Secara umum, rumus atau formula 2 digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan kepada Bukan Pegawai yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.  Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kata ‘tidak bersifat berkesinambungan’ adalah bahwa imbalan yang kita berikan kepada Bukan Pegawai tadi hanya sekali selama satu tahun takwim (Januari s.d. Desember).

Rumus 2 ini lebih sederhana karena tidak memperhitungkan PTKP dan tidak ada syarat-syarat lainnya.  PPh Pasal 21 dihitung secara simpel yaitu = (50% x imbalan bruto) x tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Misalnya pada setiap akhir tahun kita menggunakan jasa programer komputer untuk melakukan maintenance atas aplikasi komputer dan membayarkan fee sebesar Rp 15.000.000,-. Maka atas fee tersebut dipotong PPh Pasal 21 sebesar:

  • = (50% x Rp 15.000.000,-) x 5%
  • = Rp 7.500.000,- x 5% (karena masih di bawah Rp 50 juta).
  • = Rp 375.000,-

Terhadap pemotongan PPh Pasal 21 ini kita buatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir F.1.1.33.01) dan kolom yang diisi adalah kolom 11 yaitu kategori Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.  Meski programmer komputer itu sangat ahli dalam bidangnya, tapi sekali lagi, dalam konteks pemotongan PPh Pasal 21 selain Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris, tidak digolongkan sebagai Tenaga Ahli.

–(O)–

Pamulang, 25 Desember 2011

74 comments

  1. Pak, mohon segera jwb, lg perlu, kode pajak pph pasal 21 utk bukan pegawai transaksi pertama dalam satu tahun kalender diberikan 21-100-09 (tidak bersifat berkesinambungan), kemudian utk kedua kalinya transaksi dalam setahun baru dikasih kode pajak 21-100-08 (bersifat berkesinambungan) apakah betul ga. kan kita ga tau transaksi dia cuma 1 kali atau lebih dari 1 kali. Thanks.

  2. Selamat siang pa,
    mohon pencerahannya. saya dipotong pph 21 bukan pegawai untuk pekerjaan penyewaan AC. sekarang saya bingung untuk laporan SPT OP. untuk perhitungan Norma menggunakan tarif berapa agar bisa mendapatkan nilai penghasilan neto.

    terimakasih.

  3. Pagi pak,
    mau tanya mengenai bukan pegawai bekesinambungan (pengajar / pelatih), dalam 1 tahun menggunakan jasanya selama 5 bulan, gaji/fee perbulan Rp.2.800.000 (dibawah PTKP) dibayar perbulan, apakah ini tetap dipotong pph 21 atau tidak?

  4. Salam kenal Pak Abdul Rahim,

    Saya ingin bertanya seputar pelaporan pajak pribadi ini pak.

    Sejak bulan juni 2015 sampai saat ini saya bekerja sebagai pekerja freelance di salah satu perusahaan swasta yg bergerak di bidang migas. Ketika saya meminta bukti setoran pajak saya dari perusahaan ini, yg mereka berikan malahan bukti potong PPh 23 bukan PPh 21. Kira kira bisa tidak bukti potong ini saya jadikan kredit pajak ketika saya ingin lapor pajak pribadi via form 1770??
    Karena seingat saya di form ini dalam lampiran 2, kita bisa melaporkan jumlah setoran yg sudah dilakukan oleh pihak pmotong lain ( dalam hal ini perusahaan tempat saya bekerja)

    Oh iya bagaiamana dasar perhitungan pajak saya per bulan ?

    Apakah…(TotalGross*norma pajak (sesuai bidang migas))-PTKP per bulan)*5% (jika <50 jt)..?

    Oh iya karena spanjang tahun 2015 saya hanya bekerja selama 7 bulan di perusahaan ini, apakah itu brarti PTKP per bulan saya= 36.000.000/7 atau tetap 3.000.000.

    Trimakasih sebelumnya atas pencerahan nya

  5. pak,, saya mau tanya..
    kalau tn.ali (misal) seorang pegawai tetap di PT.A
    dan dia juga pekerja bebas di beberapa stasiun tv sebagai host

    pekerjaan bebas sudah di potong pajak dengan perhitungan kumulatif pasal 17 (brutox50%x5%)

    1. saat pengisian SPT tahunan, form apa yang digunakan
    2. apa menggunakan norma?
    3. jika menggunakan norma apa kredit pajaknya tidak bisa di hitung sebagai pengurang pajak?

    Makasih…

    1. Kalau WPOP ybs juga melakukan pekerjaan bebas, maka ybs harus menggunakan form SPT 1770. Penghitungan penghasilan netonya bisa menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto jika omsetnya belum melebihi Rp 4,8M. Kredit PPh-nya tetap dapat diperhitungkan.

      Maaf baru bisa me-reply comment Ibu. Saya tidak bisa online beberapa hari ini. Terima kasih. :)

  6. Bp. saya mau menanyakan saya setiap bulan mendapatkan Bukti Potong PPh 21 untk distributor MLM yang di situ ada Norma 50% untuk mendapatkan DPPnya. Apakah pada saat saya melaporkan SPT tahunan apakah tetap menggunakan norma atau Full pengjasilan yang saya dapatkan dalam 1 tahun di kuangkan dengan PTKP baru di kalikan Pasal 17.
    Mohon Pencerahannya, Terima kasih.

    1. Kalau Anda tidak menggunakan pembukuan, maka Anda sebagai WPOP harus menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, baru kemudian dikurangi dengan PTKP. Untuk selengkapnya, silakan Anda cari SE Dirjen Pajak No. SE-100/PJ/2009 tentang Penggunaan Norma Bagi Petugas Asuransi dan MLM. Terima kasih.

  7. Pak, jika seseorang mendapat fee lbh dari 1 kali dalam setahun, bernpwp tapi mempunyai penghasilan lain juga. apakah perhitungannya tetep menggunakan rumus 1 (berkesinambungan) tapi tidak boleh dipotong ptkp?

    1. Dengan hormat,

      Jika statusnya Bukan Pegawai, dan dia mendapat fee lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender, maka ybs dikategorikan sebagai berkesinambungan. Dan jika kita tahu bahwa Bukan Pegawai tsb punya penghasilan lainnya, maka ybs tidak berhak mendapat pengurang PTKP. Kita bisa lihat ketentuan ini di PER-31/2009 atau yang paling baru di PER-32/PJ/2015.

      Terima kasih.

    2. Dengan hormat,

      Rumus untuk Bukan Pegawai itu sama saja, yaitu = (50% x Fee).

      Jika hanya sekali dibayar (Tidak Berkesinambungan), maka tidak ada pengurangan PTKP. Jadi PPh Pasal 21 = (50% x Fee) x Tarif PPh Pasal 17.

      Tapi jika bersifat berkesinambungan, maka pengurangan berupa PTKP hanya diberikan apabila Bukan Pegawai itu mempunyai NPWP dan tidak punya penghasilan lain. Jadi rumusnya = (50% x Fee) – PTKP.

      Terima kasih.

  8. Untuk Distributor MLM bila mendapatkan Bonus (Penghasilan Bruto) dari 2.025.000, apakah tetap dikenakan tarif PPh ps 17.?
    Misalkan Distributor MLM non NPWP hanya mendapat kan bonus 500.000 apakah dikenakan rumus (PH bruto x 50%) x Tarif PPh ?

      1. Jadi berapapun penghasilan bruto distributor MLM tetap dikenakan PPh 21 yah? mau 10.000, 100.000, ya?

      2. Gitakania: Sebenarnya tidak, andaikan si Distributor MLM tsb berhak mendapat pengurangan PTKP. Dan untuk bisa mendapat pengurangan PTKP, harus memenuhi syarat seperti yang dijelaskan di artikel tsb. Tapi jika tidak memenuhi syarat untuk mendapat PTKP, maka berapapun besarnya penghasilan tsb akan terkena PPh Pasal 21. Terima kasih.

  9. Maaf pak masih kurang..maksud sy..sy masukkan ke pph 21 bukan pegawai yg tdk berkesinambungan atau bukan pegawai yg berkesinambungan ya pak dan bagaimana memperbaokinya..mohon petunjuknya..
    Terima kasih.

    1. Yth. Ibu Naila,

      Untuk pembayaran fee yang kedua di bulan September, ybs dimasukkan ke kolom Bukan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Bersifat Berkesinambungan. Dalam hal ini, Ibu tidak perlu melakukan pembetulan terhadap SPT PPh Pasal 21 atas pembayaran fee yang pertama. Karena pada setiap pembayaran pertama kepada Bukan Pegawai memang selalu dimasukkan ke kelompok Tidak Berkesinambungan.

      Terima kasih.

      1. Terima kasih pak muhammad..
        Hitungannya jadi:
        (50% x fee bln sept) x psl 17 (akumulasi pkp juni & sept)

  10. Pak,sy mo tanya..contoh kasus sprt ini: pada bulan juni A mendapatkan fee 12.000.000 utk 1 kali mengajar, lalu say masukan ke pph 21 bukan pegawai yg tdk berkesinambungan, tapi ternyata dibulan september ini si A ada lagi untk mengajar dan mendapatkan fee yg sama.. Bagaimana sy melaporkan Pph 21 nya? sy buat sama sprti yg sudah atau sy masukkan ke pegawai

  11. pak saya mau bertanya. ada ga sih perusahaan yang menggunakan metode gross up dalam perhitungan pph 21 hanya untuk pegawai tetap saja? sedangkan pegawai tidak tetap dan bukan pegawai menggunakan metode gross.

    1. Ibu Linda, kalau itu bukan ada tapi banyak. Bahkan banyak perusahaan yang menerapkan metode gross up hanya untuk pegawai tetap yang level tarif PPh-nya hanya 25%. Kalau level tarif PPh-nya sudah di atas 25%, tidak di-gross up karena secara cash flow perusahaan akan rugi.

      Ada juga yang menerapkan metode gross up hanya untuk gaji dan tunjangan, sementara untuk bonus, THR, dlsb, tidak di-gross up.

      Terima kasih.

  12. Pak, saya mau tanya untuk pelaporan SPT masa PPh 21 bln December ini apakah format masih menggunakan yang lama atau sudah menggunakan formulir 1721 yang baru sesuai Per-14 th 2013? Selama Januari – November saya menggunakan SPT Manual karena jumlah karyawan hanya 4 orang, apakah untuk December ini dan ke depannya saya boleh tetap menggunakan SPT Masa PPh21 manual? Dan untuk bukti potong itu pembuatannya di akhir tahun ini apakah ada perbedaan dengan antara yg baru dan yg tahun lalu? Mohon penjelasannya ya Pak, karena saya masih banyak belajar untuk pajak ini.

    1. Kalau untuk bulan (Masa Pajak) Desember 2013, yang akan kita laporkan tanggal 20 Januari 2014, masih pakai Formulir lama.

      Untuk tahun 2014, kalau pegawai kita di bawah 20 orang dan bukti potong PPh 21 lainnya juga tidak lebih dari 20 bukti potong, kita masih boleh pakai cara manual (kertas). Tapi itu teorinya. Kalau prakteknya, tergantung KPP setempat. Ada KPP yang belum support e-SPT dan ada yang sudah support e-SPT.

      Untuk Bukti Potong 1721-A1 tahun 2013 yang wajib kita buat awal tahun ini, masih pakai formulir yang lama juga.

      Terima kasih.

      Regards,

      A. Rahim
      http://www.pembayarpajak.com

  13. Pak, saya mau tanya.. Saya sudah melakukan pemotongan PPh 21 bukan pegawai tetap untuk jasa design. Menurut subjek pajak yang saya potong PPh 21-nya, dia memiliki NPWP. Oleh karena itu saat membuat invoice, tarif pajaknya sebesar 5% (<50 jt). Sekarang saat saya hendak melaporkan SPT masa bulan ini, saya belum menerima berapa no NPWP nya. Yang jadi pertanyaan saya :
    – Apakah pembayaran dan pelaporan PPh 21 terhutangnya bisa dipending sampai saya mendapatkan data NPWP yang bersangkutan? Jika bisa, apakah ada denda?

    terima kasih pak.

    1. Pak Dodi,

      Bapak bisa telepon ke ybs, untuk menanyakan NPWP-nya. Kalau Bapak pakai e-SPT, kemungkinan akan sulit lapor karena e-SPT akan meminta input NPWP.

      Kalau tidak ada NPWP, e-SPT akan mengenakan PPh dengan tarif lebih besar. Itu artinya Bapak akan kurang potong. Sanksinya, Bapak harus menyetor kekurangannya tsb dan Bapak akan dikenakan sanksi bunga 2% per bulan.

      Terima kasih.

      Regards,

      A. Rahim
      http://www.pembayarpajak.com

      1. Oh begitu yah pak Rahim. .Oh ya, saya tidak menggunakan e-SPT, tapi masih lapor manual Pak. Apakah bisa pa, untuk sementara saya tidak memasukan transaksi ini sbg PPh 21 terhutang bulan ini meningat waktunya agak mepet, tapi untuk bulan depan? Sehingga bulan depan saya sudah mendapat kepastian akan menggunakan tarif mana untuk pemotongannya pa? dan jika bisa, apakah ada sanksi khusus terkait hal ini karena secara akuntansi pengakuannya adalah untuk periode yang sudah lewat. Saya sangat berterima kasih atas bantuan dan pencerahannya karena jujur masih awam dalam hal pajak. :)

        Best Regard
        dodi

      2. Pak Dodi,

        Kalau soal pelaporannya di SPT, seharusnya pajak-pajak itu dilaporkan sesuai waktunya (sesuai Masa Pajaknya).

        Kalau kita belum pakai e-SPT, itu akan lebih mudah karena meski saat ini kita tidak tahu NPWP si orang tadi, kita tetap dapat menggunakan tarif PPh normal. Dan manakala di bulan berikutnya kita sudah tahu NPWP-nya, kita masih bisa melakukan pembetulan (baik terhadap SPT maupun Bukti Potongnya meskipun pembetulannya hanya terhadap NPWP-nya).

        Terima kasih.

        Regards,

        A. Rahim
        http://www.pembayarpajak.com

  14. Pa, mohon penjelasannya, saya sudah membayar ssp pph 21 terhutang bulan september 2013. setelah saya cek, ternyata ada kesalahan dalam perhitngan pemotongan pajaknya di bukti potong. DPP 8 jt, seharusnya 240.000 (non npwp), tp saya bayar hanya Rp 120.000. bagaimana solusinya pa, karena saya sudah bayar tetapi SPT nya belum dilaporkan karena telat ? bagaimana dengan kekurangannya ? terima kasih pa.

    1. Pak Dodi,

      Karena SPT Masa PPh 21-nya belum Bapak laporkan, maka untuk PPh Pasal 21 yang belum dibayar (sisanya yang Rp 120.000,-) dapat Bapak bayar lagi dengan SSP lainnya. Tapi terhadap kekurangan ini Bapak dapat dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan karena terlambat membayar sisanya tersebut.

      Dan karena Bapak juga terlambat melaporkan SPT Masa PPh 21, maka Bapak juga bisa dikenakan sanksi denda keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh sebesar Rp 100.000,-.

      Terima kasih.

      Regards,

      A. Rahim
      http://www.pembayarpajak.com

      1. Sebelumnya terima kasih pa atas jawabannya kemarin, jadi nanti ada 2 SSP yang saya lampirkan di SPT ya pa (yang pertama dan yg kurangnya) ? Nah, untuk SPT dan bukti potongnya nya bagaimana Pak, apakah harus dibetulkan juga sesuai yang benar? oh ya pa, untuk denda 2% dan 100.000 nya dibayar kapan pa?
        mohon petunjuknya pa, maaf karena saya cukup awam didunia perpajakan.

        terima kasih :)

      2. Pak Dodi,

        Jadi Bapak sudah laporkan SPT-nya..? Kalau sudah laporkan SPT-nya, berarti Bapak tidak akan dikenakan sanksi denda Rp 100.000,- (sanksi denda keterlambatan SPT Masa PPh). Dalam hal ini Bapak hanya akan dikenakan sanksi bunga atas keterlambatan penyetoran PPh 21 yang sisanya saja.

        Tugas Bapak sekarang hanya harus melakukan pembetulan terhadap SPT tersebut dan juga Bukti Potongnya. Keduanya diganti dengan jumlah yang benar.

        Untuk pembayaran sanksi bunganya, Bapak harus menunggu STP (surat tagihan pajak) dari KPP Bapak. Sebab kalau mau bayar langsung sebelum ada STP, setahu saya di SSP tidak ada kode KJS/MAP-nya.

        Terima kasih.

        Regards,

        A. Rahim
        http://www.pembayarpajak.com

  15. Pak Ochim,
    Saya Ingin bertanya mengenai pajak pph 21 yang dibebankan kepada saya. Setiap bulannya saya selalu dipotong dari outsourching tempat saya bekerja sebesar 5% dari berapa pun komisi yang saya terima.
    Saya bekerja sebagai sales kartu kredit dan hanya menerima insentif kalau ada yang disetujui. Saya bekerja sudah lebih dari satu tahun takwim tp ada kalanya saya mendapat komisi ada kalanya tidak. Tidak memiliki npwp.
    Yang ingin saya tanyakan:
    1. Apakah perhitungan 5% dari total komisi sudah tepat?
    2. Bagaimana dan kapan saya bisa mendapatkan bukti potong pph 21 tersebut?
    terima kasih atas penjelasannya.

  16. Orang tersebut semacam perantara proyek pak…
    Dia belum pernah bekerja di perusahaan kami. terima kasih sebelumnya..

  17. Ada yang ingin saya tanyakan pak…
    Apabila kita membayarkan komisi kepada seseorang sebesar Rp 300.000.000 dalam setahun…bagaimana cara perhitungan pph 21 nya?
    Apakah wajar bila kita masukkan ke dalam kategori bukan pegawai yang menerima penghasilan tidak bersifat berkesinambungan? karena memang kita bayarkan pada akhir tahun saja…dan orang ini tidak memiliki NPWP…
    jadi cara perhitungannnya apakah seperti ini?

    DPP = 50%X 300.000.000 = 150.000.000
    PPH 21
    5%X50,000,000X 120% = 3000.000
    15%X100.000.000X120% = 18.000.000
    Jadi PPH 21 yang kita ptong 18jt + 3 jt = 21.000.000?
    Terima kasih sebelumnya

    1. =»Frangky: bisa diperjelas siapa orang tsb…? maksud saya, apakah dia mantan pegawai yg menerima honor, dewan komisaris/pengawas yg tidak merangkap sbg pegawai tetap, atau yg lainnya…? sebab bagi mereka ini rumus untuk menghitung PPh 21-nya beda dgn yg dijelaskan di artikel ini.

      Terima kasih.

      1. Orang tersebut semacam perantara proyek pak…
        Dia belum pernah bekerja di perusahaan kami. terima kasih sebelumnya..

      2. =»Frangky: oke… kalau begitu, untuk ybs bisa menggunakan rumus yg Bapak sebutkan itu… jadi Rp 300 juta dikalikan 50% dulu, dan hasilnya baru dikalikan tarif Pasal 17… dan kalau ybs tidak punya NPWP, tarifnya dinaikkan 20%… nanti di bukti potong PPh 21 masukkan saja ke kelompok penerima penghasilan tidak berkesinambungan.

        Terima kasih.

    2. Em…kalau boleh saya analisis sedikit di sini…bearti pak, untuk yang bukan pegawai pph 21 nya lebih kecil ya pak dibandingkan jadi pegawai tetap,,,
      Sebenarnya definisi pegawai dan bukan pegawai menurut pajak itu apa ya pak?
      Dan untuk yang Bapak tadi “mantan pegawai yg menerima honor, dewan komisaris/pengawas yg tidak merangkap sbg pegawai tetap” itu perhitungannya seperti apa pak?
      Terima kasih sebelumnya

      1. =»Frangky: semua yg Bapak tanyakan itu, jawabannya ada di Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/PJ/2009 dan PER-57/PJ/2009. Kalau saya jelaskan di sini, bisa puanjang. Jadi lebih baik Bapak lihat saja kedua peraturan itu.

        Terima kasih.

  18. Bagaimana cara menghitung gross up PPh 21 Bukan Pegawai yang memperoleh penghasilan berkesinambungan? Thanks.

    1. -»Pak Mirzal: prinsip hitungan gross-up itu ‘kan seolah kita memberikan tunjangan PPh 21 ke si penerima penghasilan..? Jadi rumus yg kita buat adalah sbb (pakai MS Excel):
      Kolom A. Kolom B
      row 1: Fee……………………….Rp xxxxxxx
      row 2: 50% (x) Fee……………Rp xxxxxxx
      row 3: Tunjangan PPh 21……Rp.
      row 4: Jumlah DPP…………….Rp xxxxxxx
      row 5: PPh 21…………………..Rp xxxxxxx

      Di rumus itu, kolom Tunjangan PPh 21 (row 3 kolom B3) diisi rumus “=B5” (tanpa tanda spasi). Nanti otomatis Excel akan menghitung nilai di mana kolom B3 akan sama jumlahnya dgn kolom B5. Tapi pastikan fitur ‘iteration’ yg ada di Excel dihidupkan (ada tanda v).

      Terima kasih.

  19. Saya di kontrak oleh perusahaan pihak ketiga, oleh perusahaan pihak ketiga ini saya dipekerjakan di perusahaan A. Saya akan bekerja bila diperlukan oleh perusahaan A, bila saya tidak bekerja maka saya tidak mendapat upah, saya bekerja dibidang keahlian saya yaitu sebagai pengawas kualitas dalam sebuah proyek. Bila perusahaan A sudah tidak membutuhkan saya maka kontrak saya dengan perusahaan pihak ketiga tersebut akan herakhir.
    Pembayaran Pajak penghasilan saya dipotong dari upah saya oleh perusahaan pihak ketiga tersebut.
    Apakah pembayaran pajak buat saya bisa menggunakan rumus untuk BUKAn PEGAWAI?
    Mohon pencerahannya.

    Terima kasih.
    Hasta P.

    1. -»Pak Hasta: mengenai bisa atau tidaknya PPh atas upah Bapak menggunakan rumus Bukan Pegawai, itu tergantung dari jenis pekerjaan yg Bapak lakukan dan apa sebenarnya profesi Bapak.

      Mungkin bisa Bapak jelaskan lebih lanjut mengenai pekerjaan yg Bapak lakukan (contoh saja, bukan riil yg Bapak kerjakan), siapa si A dan siapa yg Bapak maksud ‘pihak ketiga’ serta ‘proyek’ apa. Penjelasan ini saya perlukan untuk bisa melihat kira-kira apa ‘kartu Tarotnya’… :)

      Contohnya ada kawan saya seperti Bapak, dia pengawas proyek konstruksi (mandor) dan mendapat pekerjaan dari kontraktor untuk setiap proyek. Dia mendapat upah dari kontraktor, bukan dari pemilik proyek. Status ybs di kontraktor tsb juga bukan pegawai melainkan mitra (subkont). Dalam hal ini atas upah tsb tidak bisa menggunakan rumus Bukan Pegawai. Sebab ybs dikenakan PPh Final Jasa Konstruksi sebagai pengawas (mandor).

      Terima kasih… :)

      1. Yang saya maksud perusahaan pihak ketiga adalah perusahaan out sourcing (man power supply), perusahaan ini hanya menyediakan tenaga kerja, perusahaan ini tidak mengerjakan proyek konstruksi. Jadi hubungan saya dengan perusahaan ini cuma saat awal proses rekruitmen dan penggajian bulanan.
        Perusahaan A adalah perusahaan pemilik proyek kontruksi (owner proyek konstruksi), saya bekerja untuk pemilik proyek ini. Keputusan yang saya ambil mewakili perusahaan pemilik proyek ini.

        Terima kasih,

      2. -»Pak Hasta: di luar konteks pajak, hubungan tenaga kerja dgn outsourcer-nya memang bukan hubungan sebagai Pegawai. Karena umumnya outsourcer tidak mengeluarkan surat pengangkatan sebagai Pegawai buat tenaga kerja ybs.

        Akan tetapi dalam konteks pajak, istilah Pegawai tidak dikaitkan dgn adanya surat pengangkatan atau formalitas lain semacamnya. Dalam hal ini, istilah Pegawai menurut pajak memang agak membingungkan karena pajak punya karakteristik sendiri.

        Sayangnya penjelasan mengenai karakteristik tsb tersebar dalam beberapa surat jawaban Dirjen Pajak dan tidak mungkin saya sebutkan satu-per-satu. Namun secara umum, dalam praktik pemeriksaan pajak, istilah Pegawai menurut pajak adalah apabila tenaga kerja tsb diwajibkan mengisi absensi (daftar hadir) oleh pemberi kerja (outsourcer).

        Jadi jika Bapak masih diwajibkan untuk mengisi daftar hadir (absensi) oleh outsourcer, berarti PPh terhadap upah Bapak seharusnya tidak boleh menggunakan rumus Bukan Pegawai. Rumus yg dipergunakan bisa rumus Pegawai Tetap (jika upah tetap diberikan meski Bapak tidak bekerja) atau rumus untuk Pegawai Tidak Tetap (jika upah hanya diberikan apabila Bapak bekerja).

        Terima kasih…

  20. untuk pembuatan bukti potong pph 21 nya seperti apa yah pak? untuk mengisi besarnya tarif…
    karena sudah kena tarif yang 15%…?
    penghasilan brutonya sebesar rp 188.760.000

    1. -»Pak Franky:

      Kolom tarif yg di Bukti Potong PPh Pasal 21, diisi dgn tarif yg tertinggi yg dikenakan ke subjek yg dipotong. Jadi misalnya utk pembayaran ke ybs sudah dikenakan tarif 15%, maka kolom tarif di Bukti Potong PPh Pasal 21 diisi dgn 15%.

      Terima kasih.

      1. Pak.. kalo diisi dengan tarif 15%. jika kita hitung secara manual, jumlah pph yang terutang akan beda. Apakah tidak apa-apa.
        penghasilan bruto = 188.760.000,- ; Tarif 15% ; jumlah PPh terutang = 14.157.000,-
        Terima kasih sebelumnya.

        Salam,

      2. -»Ibu Yuli: gak apa Bu…fiskus juga pasti faham mengenai cara pengisian Bukti Potong PPh 21 yg seperti itu. Sebab saya pernah tanya ke KPP, begitu juga petunjuknya…

        Thanks.

  21. terima kasih atas penjelasannya pak, skrng saya sudah mengerti.

    oiya pak, ada lg yg ingin saya tanyakan. bagaimana penghitungan untuk contoh kasus yg bapak berikan di atas apabila perusahaan menggunakan metode gross up?

    terima kasih pak

    1. -»Ibu Tiwi: gross up itu berarti ada Tunjangan PPh 21 yg ditambahkan ke DPP PPh 21, dimana nilai Tunjangan PPh 21 = PPh 21 terutang.

      Misalkan kita pake Excel, di kolom A1 kita isi jumlah honor. Kemudian dikolom A2 kita buat Tunjangan PPh 21. Selanjutnya, di kolom A3 diisi DPP (=A1+A2). Misalkan di kolom A4 kita isi PPh 21 terutang dgn rumus “=A3*5%”. Nah di kolom Tunjangan PPh 21 (kolom A2) diisi rumus “=A4”. Nanti akan terhitung sendiri. Tapi pastikan fungsi iteration atau iterative calculation di Excel berfungsi (diberi tanda centang).

      Terima kasih.

  22. Terima kasih atas informasinya pak, sangat bermanfaat sekali buat saya.

    yang ingin saya tanyakan, anggota direksi masuk ke kelompok apa ya pak? apakah masuk ke pegawai tetap?

    untuk dewan komisaris yg tidak merangkap sebagai pegawai tetap, apakah termasuk bukan pegawai atau pegawai?

    mohon bantuannya ya pak.
    makasih banyak pak.

    salam

    1. -»Ibu Tiwi: kalau anggota direksi itu merangkap sbg Pegawai Tetap, ada di struktur kepegawaian dan menerima gaji setiap bulan, ybs masuk golongan Pegawai Tetap.

      Tapi kalau tidak merangkap sbg Pegawai Tetap, ybs masuk kelompok penerima Honorarium atau Imbalan kepada anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yg tidak merangkap Pegawai Tetap (di Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak Final masuk ke nomor urut 6).

      Terima kasih.

      1. terima kasih pak..

        untuk dewan komisaris yg tidak merangkap sebagai pegawai tetap apakah statusnya menjadi pegawai di perusahaan trsbt atau bukan pegawai pak?
        karna ada yg bilang status nya menjadi pegawai tetapi tdk merangkap sbg pegawai tetap. ada jg yg bilang statusnya bukan pegawai. nah mana yg benar ya pak? terima kasih

      2. -»Ibu Tiwi: kalau memang sudah ketahuan bahwa ybs tidak merangkap pegawai tetap, yaa secara fiskal tidak akan berubah jadi Pegawai Tetap. Dalam konteks PPh 21, ybs masuk ke kelompok nomor urut 6 dan gaji (imbalannya) dianggap sbg Honorarium.

        Umumnya yg namanya Direksi atau Komisaris ‘kan memang dianggap bukan Pegawai meski mereka bekerja di situ sepanjang tahun.

        Terima kasih.

  23. Pak saya mau nanya kalo dari bulan sebelumnya pph tidak finalnya pake point no 11, trus kalo mau pindah ke no 10 bisa ga pa??
    trus mau mnta penjelasan rinci tentang point 10 dan 11 itu pak..
    makasih …. (^.-)

    1. »Putri: beda antara poin 10 dan 11 ada pada kata ‘BERKESINAMBUNGAN’. Berkesinambungan itu maksudnya ybs menerima penghasilan dari kita (subjek pemotong) lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender (Jan-Des).

      Seringkali terjadi satu person masuk di nomor 11 dan juga nomor 10. Ini bisa saja terjadi dalam kondisi tertentu. Misalnya, di bulan Januari ’12 yg lalu kita pakai konsultan A dan kita masukkan ke point 11 karena pada saat itu Konsultan A baru menerima satu kali pembayaran dan kita pun tidak memprediksi bahwa di bulan berikutnya akan menggunakan Konsultan A.

      Kemudian di bulan April ’12, ternyata kita pergunakan lagi jasa Konsultan A dan membayar fee. Jadi di bulan April ini, Konsultan A dimasukkan ke poin 10 karena sudah merupakan pembayaran ke-2.

      Lalu bagaimana dengan yg bulan Januari ’12? Haruskah dilakukan pembetulan? Tidak perlu dilakukan pembetulan karena SPT yg bulan Januari sudah benar. Tapi yg perlu kita harus ingat, pada penghitungan PPh 21 di bulan April–saat Konsultan A dimasukkan ke poin 10–penghasilan yg bulan Januari juga ikut diakumulasikan ke penghasilan April.

      Demikian penjelasan dari saya. Terima kasih… :)

      1. Oke pak… saya mengerti sekarang… makasih… :)
        perhitungan pph tidak final untuk konsultan itu, perhitungannya ada yang dipotong PTKP (mis: statusnya Married 3 anak) ga pak? ato cuma dikali 50% trus dikali persentasenya aja?
        kalo dipotong PTKP itu terjadinya kapan ya pak? makasih banyak ya pak … :)

      2. »Putri: bagi golongan Tenaga Ahli dan juga mereka yg masuk poin 10 dan 11, bisa mendapat pengurangan PTKP asal terpenuhi syarat² seperti: apakah mereka punya NPWP? Dan apakah mereka hanya memperoleh penghasilan hanya dari kita?

        Biasanya, syarat yg kedua yg tidak bisa kita pastikan. Artinya mereka dapat penghasilan tidak hanya dari kita tapi dari pemberi kerja lain. Oleh karena itu, dalam praktik, banyak pemotong PPh 21 yg cari aman (safe mode) dgn cara tidak menerapkan PTKP. Jadi langsung dikalikan 50% saja tanpa menguranginya dgn PTKP lagi.

        Terima kasih… :)

  24. Pak, mohon bantuannya kalo penghasilan atas pengajar training dimana yang mengajar adalah karyawan tetap perusahan itu sendiri. Apakah atas penghasilan tersebut di potong sendri di pph 21 final atau masuk ke penghitungan 1721-A1?

    1. »Kristina: kalau trainernya pegawai sendiri (pegawai tetap), maka honor yg diberikan kpd pegawai tsb dihitung di 1721-A1, dimasukkan ke kelompok penghasilan ‘Honor dan imbalan lain sejenisnya’ (kalau tidak salah, di poin 4 form 1721-A1).

      Tq… :)

  25. mau tanya… bagaimana jika ternyata PTKP nya lebih besar dari penghasilan brutonya?
    mohon informasinya… thx

      1. trimakasihh pak..untuk jawabannya…

        mau tanya pak.. apakah seorng assisten anestesi bisa masuk dalam kategori tenaga ahli??

        trimakasih :)

      2. »Mizpa: Dalam PPh Pasal 21, yg disebut tenaga ahli itu PAK PANDA (Pengacara, Akuntan, Konsultan, Penilai, Arsitek, Notaris, Dokter dan Aktuaris). Kalau assisten anestesi itu salah satu dari golongan PAK PANDA tadi, berarti bisa disebut tenaga ahli.

  26. bagaimana untuk laporan di bulan desember, merupakan akumulasi.. dari spt setahun.. maka perhitunganny akan selisih (lebih besar)

Leave a reply to Tiwi Cancel reply