Biaya Pegawai….DE atau NDE…?

Saya sering ditanya oleh teman dan peserta training pajak soal Biaya Pegawai.  Pertanyaannya, biasanya seputar masalah DE atau NDE dan apakah Biaya Pegawai itu objek pemotongan PPh Pasal 21 atau bukan.

Dalam artikel ini, saya hanya akan menguraikan aspek PPh Badan terhadap Biaya Pegawai, apakah boleh dibiayakan oleh perusahaan (deductible expense/DE) atau tidak boleh dibiayakan (non deductible expense/NDE).

Bagi Anda yang baru mempelajari Pajak Penghasilan (PPh), yang dimaksud dengan biaya yang boleh dibiayakan (deductible expense/DE) adalah biaya-biaya yang oleh peraturan pajak diperkenankan untuk diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan saat kita menghitung PPh yang terutang.  Dengan demikian, yang dimaksud dengan non deductible expense (NDE) berarti sebaliknya yaitu biaya-biaya yang tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan.

Apabila suatu biaya oleh peraturan pajak dilarang untuk dibiayakan (NDE), berarti jumlah penghasilan neto Wajib Pajak bertambah sebesar biaya yang NDE tadi.  Misalkan dalam Laporan Laba Rugi (Income Statement) Wajib Pajak tercantum sebagai berikut: Gross Income Rp 100 juta dan Expenses Rp 90 juta yang berarti net income secara komersial = Rp 100 juta (-) Rp 90 juta = Rp 10 juta.

Jika menurut peraturan pajak di dalam Expenses tersebut ada biaya-biaya Pegawai yang NDE (tidak boleh dibiayakan) sebesar Rp 15 juta, berarti net income menurut pajak bukan Rp 10 juta melainkan = Rp 100.000.000,- (-) Rp 75 juta atau sama dengan Rp 25 juta.

Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak Biaya Pegawai yang NDE, akan semakin memperbesar penghasilan neto menurut pajak (penghasilan neto fiskal).  Dan dengan semakin besarnya penghasilan neto fiskal, otomatis akan semakin besar pula PPh yang terutang dan harus dibayar oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Karena PPh yang terutang secara umum dihitung dari penghasilan neto fiskal dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku.  Itulah sebab mengapa kita perlu memahami apa saja biaya-biaya Pegawai yang oleh peraturan pajak ditetapkan sebagai NDE.

 

Termasuk Biaya Pegawai

Biaya Pegawai yang saya maksudkan dalam artikel ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibelanjakan oleh perusahaan (atau pemberi kerja) untuk kepentingan para pegawai atau karyawannya.

Dalam praktek, ada begitu banyak istilah atau nama akun yang digunakan oleh perusahaan (pemberi kerja yang mempekerjakan pegawai baik pegawai tetap atau bukan pegawai tetap).  Biasanya biaya ini meliputi: gaji pokok (basic salary); tunjangan-tunjangan (allowance) seperti tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan telepon (komunikasi); uang lembur, premi pensiun atau premi asuransi dan bahkan dana cadangan untuk pesangon saat pegawai berhenti bekerja.

 

Pemberian Langsung ke Pegawai

Dalam membelanjakan uangnya untuk Biaya Pegawai, perusahaan bisa menyerahkan uang tersebut langsung kepada pegawai (secara tunai/cash atau transfer melalui bank ke rekening karyawan).  Biaya Pegawai yang biasanya dikeluarkan dengan cara ini misalnya gaji pokok (basic salary) dan beberapa bentuk tunjangan-tunjangan seperti tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan pendidikan, dan lain sebagainya.  Jumlahnya yang dibayarkan biasanya relatif tetap dan dibayarkan kepada pegawai secara bulanan.

 

Reimbursement ke Pegawai

Ada kalanya pembayaran Biaya Pegawai yang langsung diberikan kepada pegawai itu merupakan reimbursement atau penggantian.  Misalnya reimburse atau penggantian uang transport, reimburse atau penggantian uang pengobatan, dan lain sebagainya.  Jumlah yang dibayarkan biasanya tidak tetap tergantung besarnya biaya yang di-reimburse oleh pegawai yang bersangkutan.

 

Kontrak Dengan Pihak III

Untuk beberapa jenis Biaya Pegawai tertentu kadang perusahaan mengikat kontrak dengan pihak ketiga.  Dengan cara ini uang untuk belanja Biaya Pegawai tersebut tidak diberikan ke pegawai tetapi langsung dibayarkan atau diberikan kepada pihak ketiga dan pihak ketiga tersebut diminta untuk menyediakan keperluan dan kebutuhan pegawai, misalnya:

  1. Dengan pihak rumah sakit untuk fasilitas pengobatan karyawan;
  2. Dengan perusahaan persewaan kendaraan untuk penyediaan kendaraan dinas;
  3. Dengan pemilik rumah untuk penyediaan fasilitas mess karyawan;
  4. Dengan operator telepon untuk fasilitas telepon seluler;
  5. Dengan pengusaha catering atau rumah makan untuk penyediaan makan/minum;
  6. Dan lain sebagainya.

 

Menyediakan Fasilitas Sendiri

Bahkan dalam praktek banyak saya jumpai kondisi di mana perusahaan menyediakan sendiri kebutuhan-kebutuhan karyawan tersebut.  Misalnya dengan cara membuat klinik sendiri, membeli kendaraan untuk kendaraan dinas, membangun mess karyawan, menyediakan koki atau tukang masak untuk penyediaan makan/minum karyawan, dan penyediaan fasilitas lain yang dilakukan sendiri tanpa melalui pihak ketiga.

 

Treatment Umum PPh Badan

Dalam menentukan apakah Biaya Pegawai boleh dibebankan sebagai biaya (DE) atau tidak boleh dibebankan sebagai biaya (NDE), ketentuan umum yang harus kita perhatikan adalah Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh (UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008).

Pasal 6 UU PPh adalah pasal yang menyebutkan biaya-biaya yang DE sedangkan Pasal 9 UU PPh adalah pasal yang menyebutkan beberapa jenis biaya yang NDE.

Dari kedua pasal itu, kita bisa memetik kesimpulan umum bahwa treatment PPh terkait dengan Biaya Pegawai tersebut adalah:

>> untuk Biaya Pegawai yang uangnya diberikan secara langsung kepada pegawai, pada umumnya boleh dibebankan sebagai biaya di SPT Tahunan PPh perusahaan (DE). Ini dapat dilihat pada Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh yang menyatakan sebagai berikut:

“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk: upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.”

>> untuk Biaya Pegawai yang diberikan secara langsung kepada pegawai tetapi diberikan dalam bentuk barang atau fasilitas, pada umumnya tidak boleh dibebankan sebagai biata di SPT Tahunan PPh perusahaan (NDE).  Penegasan ini dapat dilihat pada Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh yang menyatakan bahwa:

“Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan…”

Dalam hal ini yang dimaksud dengan ‘dalam bentuk natura’ adalah dalam bentuk barang seperti tunjangan dalam bentuk beras dan sembako, dlsb.  Sedangkan yang dimaksud dengan ‘kenikmatan’ adalah dalam bentuk fasilitas seperti fasilitas mess karyawan, fasilitas pengobatan, fasilitas penggunaan ponsel/HP, dlsb.

>> untuk Biaya Pegawai yang uangnya diberikan kepada pihak ketiga (tidak kepada pegawai), pada umumnya tidak tidak boleh dibebankan sebagai biata di SPT Tahunan PPh perusahaan (NDE). Ini sama dengan poin b di atas.  Dalam hal ini belanja Biaya Pegawai yang uangnya diberikan kepada pihak ketiga untuk menyediakan keperluan dan kebutuhan karyawan, termasuk dalam kategori ‘kenikmatan’ atau fasilitas bagi karyawan.

 

Beberapa Pengecualian

Selain Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh, ada beberapa ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai masalah DE dan NDE-nya Biaya Pegawai, di antaranya adalah:

  1. Penyediaan Makan dan Minum –> Seperti ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, pemberian natura kepada pegawai dalam bentuk penyediaan makanan dan minuman bagi pegawai merupakan biaya yang boleh dibebankan dalam SPT Tahunan PPh perusahaan.  Hal ini juga ditegaskan oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009.  Ketentuan ini berlaku secara umum tanpa melihat apakah perusahaan tersebut berada di daerah terpencil atau bukan di daerah terpencil.  Artinya, jika perusahaan memilih kebijakan untuk menyediakan makan siang untuk karyawan (maupun makan malam bagi pegawai yang lembur) dari pada memberikan uang tunjangan makan, maka Biaya Pegawai untuk penyediaan makanan dan minuman itu boleh dibiayakan (DE).
  2. Penyediaan Kendaraan dan HP Dinas –> Seperti ditegaskan dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 mengenai perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan, biaya sehubungan dengan kendaraan yang dimiliki atau disewa oleh perusahaan dan dipergunakan oleh karyawan tertentu secara penguasaan penuh (dibawa pulang), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% (dari biaya penyusutan atau biaya sewa kendaraan).  Ketentuan ini berlaku umum untuk seluruh Wajib Pajak.  Selain itu, penetapan DE hanya 50% ini tidak hanya berlaku terhadap biaya penyusutan atau biaya sewa kendaraan tetapi untuk seluruh biaya terkait kendaraan dan HP dinas seperti biaya perbaikan, pemeliharaan, ganti oli, uang tol, voucher isi ulang, dlsb.
  3. Natura dan Kenikmatan di Daerah Terpencil –> Bagi perusahaan yang sudah mendapat penetapan (SK) dari Menteri Keuangan sebagai Daerah Terpencil, Biaya Pegawai yang diberikan dalam bentuk natura maupun kenikmatan tertentu dapat dibiayakan (DE) seperti mess karyawan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, dlsb baik yang disediakan untuk karyawan maupun keluarganya.  Ketentuan ini dapat dilihat pada Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009.
  4. Premi Asuransi–> Bagi perusahaan yang mengikutsertakan pegawainya pada program asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, beasiswa dan asuransi dwiguna, dan kemudian perusahaan juga menanggung sebagian premi asuransi tersebut, maka premi asuransi yang ditanggung perusahaan (bukan yang dipotong dari gaji, lho) boleh dibiayakan (DE). Meskipun uang preminya tidak diberikan ke pegawai melainkan langsung diberikan kepada perusahaan asuransi, namun menurut Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh premi asuransi yang ditanggung perusahaan (pemberi kerja) itu DE.  Ketentuan ini juga berlaku terhadap program JK, JPK dan JKK yang ada di Jamsostek.  Sebab menurut SE-02/PJ.31/1996 perlakuan terhadap ketiga program Jamsostek tersebut dipesamakan dengan kelima program asuransi yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh.
  5. Iuran Pensiun–> Sama seperti premi asuransi, Iuran Pensiun untuk pegawai yang ditanggung oleh perusahaan dan dibayarkan kepada dana pensiun juga boleh dibiayakan (DE) dengan syarat dana pensiun tersebut sudah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan.  Penegasan mengenai hal ini dapat dilihat pada Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh.  Begitupun dengan program JHT yang dibayarkan kepada Jamsostek (SE-02/PJ.31/1996).  Tetapi harap diingat, yang boleh dibiayakan perusahaan hanya sebesar yang ditanggung oleh perusahaan dan bukan yang dipotong dari gaji karyawan.
  6. Perusahaan Dikenakan PPh Final –> Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2010, diatur beberapa ketentuan khusus mengenai DE dan NDE.  Misalnya, bagi perusahaan yang menurut ketentuan PPh dikenakan PPh Badan bersifat final, maka apapun cara maupun bentuk Biaya Pegawai tersebut seluruhnya tidak boleh dibiayakan (NDE).  Ketentuan ini juga berlaku terhadap WP Badan yang penghasilannya ditetapkan sebagai non taxable income (bukan objek PPh) seperti yayasan atau organisasi nirlaba yang penghasilannya hanya berupa sumbangan atau donasi.  Sedangkan perusahaan yang menurut ketentuan PPh dikenakan PPh badan bersifat final antara lain: Perusahaan yang bergerak di bidang usaha persewaan tanah maupun bangunan; Perusahaan yang bergerak di bidang usaha jual-beli tanah maupun bangunan (developer atau pengembang property); Perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi; Perusahaan yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri; BUT dari perusahaan pelayaran luar negeri; Pemberi kerja WP orang pribadi yang penghitungan PPh-nya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

–ooOO00–

Pamulang, 5 Juni 2012.

17 comments

  1. Pak Ochim, biaya asuransi atas kebakaran mess karyawan apakah termasuk DE? padahal Pemberian mess karyawan (fasilitas) merupakan NDE. Namun sesuai yang tertulis didalam pasal 6 ayat 1 UU PPh premi asuransi merupakan DE. Tolong penjelasannya. Terimakasih

    1. Premi asuransi yang DE itu adalah premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk dan atas diri (self) karyawan, seperti premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.

      Asuransi untuk mess karyawan tidak termasuk yang DE karena bukan atas diri karyawan melainkan atas bangunan (benefit in kind).

      Terima kasih.

      1. Pak Ochim, Cadangan apak DE atau NDE? lalu, cadangan persediaan apakah boleh dibiayaan? contoh didalam perhitungan HPP dibagian persediaan akhir sebesar Rp.1.500.000.000,00 asumsi bahwa nilai persediaan akhir setelah memperhitungkan cadangan persediaan yang rusak sebesar Rp.75.000.000,00. maka berapa nilai persediaan yang harus saya koreksi fiskal? Mohon penjelasaanya terima kasih

      2. Secara umum, segala bentuk cadangan itu NDE sebagaimana dinyatakan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh. Namun demikian, menurut PMK 81/PMK.03/2009 stdd PMK 219/PMK.011/2012, ada beberapa cadangan yang bersifat DE tapi sayangnya tidak termasuk cadangan persediaan yang Ibu maksudkan. Artinya cadangan persediaan itu bersifat NDE sampai terbukti bahwa persediaan itu memang rusak. Terima kasih.

  2. kalau perusahaan kontruksi, biaya pengobatan dan makan lembur secara reimbursement, tidak di hitung sbg objek pph 21, dan merupakan NDE pph badan, boleh tidak?

    1. Dengan hormat,

      Perusahaan konstruksi sudah dikenakan PPh Final Pasal 4 Ayat (2), sehingga tidak lagi menghitung DE atau NDE. Dan sesuai Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31 mengenai PPh Pasal 21, natura dan benefit in kind oleh WP Final kepada karyawannya merupakan objek PPh Pasal 21. Untuk penjelasan lainnya, silakan lihat di artikel ini => http://www.pembayarpajak.com/index.php/articles/pajak-penghasilan/pph-pasal-21/157-taxable-non-taxable-income.

      Terima kasih.

  3. Pak, bagaimana dengan pemberian rumah kepada pegawai? apakah itu NDE bagi perusahaan? lalu, apakah pemberian rumah itu dapat dimasukkan kedalam 1721? mohon pencerahannya terimakasih

      1. Dengan hormat,

        Kalau karyawan disediakan rumah/mess oleh perusahaan, maka biaya itu NDE bagi perusahaan dan bukan merupakan objek PPh Pasal 21. Ini namanya pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind) Tapi ingat, kalau perusahaan itu dikenakan PPh FInal, seperti perusahaan konstruksi, maka meskipun NDE penyediaan rumah/mess itu tetap merupakan objek PPh Pasal 21.

        Kalau yang diberikan kepada karyawan berupa uang tunjangan perumahan, maka itu DE bagi perusahaan.

        Terima kasih.

    1. Yth. Fidatitin,

      Kalau uang untuk biaya rumah itu dibayarkan langsung ke pihak III, maka biayanya NDE. Misalnya biaya listrik, air atau telepon dibayar langsung ke PLN, Telkom atau PDAM.

      Tapi kalau uang untuk biaya rumah dinas itu diberikan kepada karyawan dalam bentuk Uang Tunjangan Perumahan, maka biaya itu DE tetapi harap diingat bahwa itu akan jadi objek PPh Pasal 21.

      Terim kasih.

  4. Salam kenal,

    Di perusahaan saya reimbursement pengobatan diganti 80%, kemudian dikenakan pajak. Bagaimana menurut pendapat bapak ? Apakah wajar saja. Yang anehnya reimbursement transport diganti full, tanpa pajak.

    1. Yth. Bapak Budi,

      Syarat reimbursement itu memang harus 100% penggantiannya. Artinya, jika jumlah uang yang diberikan ganti kepada pegawai lebih atau kurang dari 100%, maka seluruh penggantian itu menjadi objek PPh Pasal 21.

      Jika uang penggantiannya sama 100%, maka penggantian itu bukan objek PPh Pasal 21. Tetapi ini tidak berlaku bagi perusahaan pemberi kerja yang dikenakan PPh Final. Sebab bagi perusahaan pemberi kerja yang dikenakan PPh Final, apapun yang mereka berikan kepada pegawainya menjadi objek PPh Pasal 21.

      Terima kasih.

  5. saya mau tanya pak..

    kalau ada karyawan yang menerima reward atau insentif apakah itu menjadi DE? yang dapat dibiayakan pada perhitungan spt badan

    1. Imanez => Tergantung pada bentuk rewards atau insentif tersebut. Kalau bentuknya uang (cash), maka rewards atau insentif tersebut boleh dibiayakan (DE) tetapi harus dipotong PPh Pasal 21. Dan kalau bentuknya barang (natura) atau kenikmatan, maka insentif/rewards tersebut tidak boleh dibiayakan (NDE) tetapi bukan objek PPh Pasal 21. Terima kasih.

    1. Ada praktisi pajak yang berpendapat, bahwa reimbursement bisa dibiayakan (DE) atau tidak (NDE) tergantung dari konteks biayanya. Apakah biaya itu berhubungan dengan 3M atau tidak. Jika tidak berhubungan dengan 3M, maka tidak dapat dibiayakan (NDE).

      Tapi kalau saya berpendapat bahwa reimbursement itu pada prinsipnya sama seperti ‘Tunjangan’ dalam bentuk uang kepada karyawan. Jadi seharusnya reimbursement tsb dapat dibiayakan sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. Kecuali kalau perusahaan ybs sudah dikenakan PPh Final atau perusahaan ybs non-profit (nirlaba).

      Terima kasih.

      Regards,

      A. Rahim
      http://www.pembayarpajak.com

Leave a reply to citra Cancel reply