Day: November 14, 2011

PPN Dibebaskan

Sama seperti PPN Tidak Dipungut, PPN Dibebaskan juga merupakan sebuah fasilitas di bidang PPN yang hanya diterapkan terhadap BKP maupun JKP tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.  Kata ‘Dibebaskan’ mengindikasikan bahwa terhadap BKP maupun JKP tersebut tetap terutang PPN sehingga harus tetap dibuatkan Faktur Pajak, akan tetapi PPN yang terutang tidak perlu dipungut atau dibayar.  Jadi meskipun PPN-nya tidak perlu dibayar, fasilitas PPN ini tidak berarti bahwa terhadap BKP maupun JKP tersebut tidak terutang PPN.

PPN Tidak Dipungut

PPN Tidak Dipungut adalah salah satu bentuk fasilitas di bidang PPN yang hingga kini masih diberlakukan.  Kata ‘tidak dipungut’ mengindikasikan bahwa terhadap BKP maupun JKP tersebut tetap terutang PPN sehingga harus tetap dibuatkan Faktur Pajak, akan tetapi PPN yang terutang tidak perlu dipungut atau dibayar.  Jadi meskipun PPN-nya tidak perlu dibayar, fasilitas PPN Tidak Dipungut tidak berarti bahwa terhadap BKP maupun JKP tersebut tidak terutang PPN.

Pemindahbukuan (Pbk)

Pemindahbukuan (Pbk) adalah suatu proses pembayaran utang pajak (termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan), yang dilakukan dengan cara memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak (LB) atau bunga yang diterima.  Pbk juga dapat dilakukan dengan cara memperhitungkan setoran pajak yang lain atas nama Wajib Pajak yang sama atau Wajib Pajak yang lain.

Misalnya WP A mempunyai utang (wajib membayar) PPh sementara di sisi lain WP A juga memiliki SKP-LB jenis pajak yang lain.  Dalam hal ini WP A dapat melunasi utang PPh-nya dengan cara melakukan Pbk atas SKP-LB tersebut kepada utang PPh.  Contoh lainnya misalnya dalam kondisi di mana WP melakukan kesalahan setor pajak,  maka SSP atas kesalahan setor tersebut dapat di-Pbk-kan.

Untuk dapat melakukan pembayaran utang pajak melalui Pbk, WP harus mengajukan surat permohonan Pbk kepada KPP tempatnya terdaftar.

Penyerahan BKP

Penyerahan BKP adalah salah satu objek PPN yang disebutkan dalam Pasal 4 huruf a UU PPN.  Dalam kaitannya dengan PPN, kata ‘penyerahan BKP’ tidak hanya meliputi ‘penjualan’ melainkan semua bentuk penyerahan yang mengakibatkan adanya perpindahan hak atas barang tersebut.

Dalam Pasal 1A ayat (1), UU PPN menyebutkan beberapa bentuk transaksi yang termasuk dalam pengertian ‘penyerahan BKP’ yaitu:

  1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
  2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
  3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
  4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma;
  5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
  6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang;
  7. Penyerahan BKP secara konsinyasi;
  8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.

Dalam kacamata PPN, hanya ada 5 jenis transaksi penyerahan yang bukan ‘penyerahan BKP’ (yang berarti tidak akan terutang PPN), yaitu (Pasal 1A ayat (2) UU PPN):

  1. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD;
  2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutangn;
  3. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya maupun penyerahan antar cabang, dalam hal PKP sudah memperoleh izin pemusatan tempat PPN terutang (sentralisasi);
  4. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP;
  5. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c UU PPN.

Hubungan Istimewa

Hubungan Istimewa dalam perpajakan adalah hubungan yang dapat mempengaruhi tingkat kewajaran suatu transaksi antara satu WP dengan pihak lainnya.  Artinya, jika pada kenyataannya antara WP dengan lawan transaksinya memiliki Hubungan Istimewa, maka nilai dari transaksi tersebut dapat dikoreksi oleh Direktur Jenderal Pajak.

Dalam dunia perpajakan, Hubungan Istimewa dianggap ada apabila:

  1. Wajib Pajak (WP) mempunyai penyertaan modal langsung ataupun tidak langsung minimal 25% pada WP lain; hubungan antara WP dengan penyertaan minimal 25% pada dua WP atau lebih; atau hubungan di antara dua WP atau lebih yang disebut terakhir;
  2. WP menguasai WP lainnya atau dua atau lebih WP berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
  3. Terdapat hubungan keluarga baik keluarga sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping satu derajat.

Fiskal Luar Negeri

Fiskal Luar Negeri (FLN) adalah PPh yang harus dibayar oleh setiap orang pribadi dalam negeri yang bepergian ke luar negeri.  Akan tetapi kewajiban membayar FLN ini hanya berlaku sampai dengan 31 Desember 2010.  Mulai tahun 2011, tidak ada lagi kewajiban membayar FLN bagi setiap orang pribadi dalam negeri yang akan bepergian ke luar negeri.

Biaya Jabatan

Biaya Jabatan adalah salah satu unsur pengurang penghasilan bruto dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai.  Biaya Jabatan hanya diperuntukkan bagi Pegawai Tetap.

Mulai tahun 2009, besarnya Biaya Jabatan sebulan adalah 5% dari jumlah penghasilan bruto dan maksimal sebulan Rp 500.000,- atau Rp 6 juta setahun.

Tenaga Ahli

tenaga ahli adalah orang pribadi yang bukan pegawai (yang melakukan pekerjaan bebas) dan hanya terdiri dari: Pengacara, Akuntan, Konsultan, Penilai, Aktuaris, Notaris, Dokter dan Akuntan (PAK PANDA).  Istilah ini lebih sering muncul dalam penghitungan PPh Pasal 21.

Pegawai Tidak Tetap

istilah ini juga lebih sering ditemukan dalam soal penghitungan PPh Pasal 21.  Menurut peraturan yang berlaku, Pegawai Tidak Tetap (atau Tenaga Kerja Lepas) adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai tersebut bekerja, berdasarkan jumlah hari kerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.  Dalam penghitungan PPh Pasal 21, pegawai ini tidak berhak mendapat pengurangan Biaya Jabatan.